Halaman

Kamis, 01 Desember 2011

Bagaimana Antibiotik Bisa jadi Resisten terhadap Bakteri?

Bagaimana Antibiotik Bisa jadi Resisten terhadap Bakteri?


Ketidakpatuhan dalam menggunakan antibiotik merupakan satu penyebab terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri. Sering pasien merasa dirinya sudah sembuh ketika mengkonsumsi antibiotik yang dianjurkan dokter, padahal antibiotik yang diberikan itu belum habis semua. Bisa saja bakteri yang menginfeksi tubuh oasien tersebut belum mati semuanya atau hanya sekedar hampir mati. Jika ini tidak terus diinvasi dengan antibiotik yang sudah diresepkan, maka kemungkinan bakteri yang hamper mati tadi akan menjadi bakteri yang lebih tahan terhadap antibiotik yang diberikan sebelumnya. Ini bisa terjadi karena bakteri tadi akan mengalami mutasi, sehingga menjadi resistensi terhadap antibiotik yang sama.
            Apa yang dimaksud dengan resisten? Maksud dari resisten pada konteks ini adalah keadaan dimana bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik yang pernah diberikan. Ini terjadi karena bakteri telah berkembang atau mengenal antibiotik tersebut, sehingga bakteri tersebut membentuk sesuatu yang dapat menghambat invasi dari antibiotik tersebut.
            Satu hal yang sangat mengerikan dapat kita bayangkan bagaimana seandainya Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC) menjadi resisten terhadap semua antibiotik. Bagaimana pengobatan untuk penderita TBC yang banyak diderita oleh penduduk dunia, jika tidak ada pengembangan antibiotic baru? Maka tak ada jalan lain selain membuang daerah paru-paru yang telah terinfeksi tadi, sehingga tidak menyebar ke seluruh bagian paru-paru orang tersebut.
            Bagaimana bakteri bisa berkembang menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu? Mutasi atau tambahan resistensi gen (acquation of resistance genes) dari oranisme yang lain.    
            Mutasi
            Secara klinik, mutasi akan memicu terjadinya resistensi. Namun, mutasi bukanlah menjadi masalah yang besar jika dibandingkan dengan tambahan resistensi gen (acquation of resistance genes). Pada umumnya, efek dari mutasi tersebut adalah terjadinya modifikasi protein, yaitu terjadinya penurunan afinitas ikatan protein bakteri dengan antibiotik. Protein akan tahan terhadap kehilangan efisiensi karena mutasi tersebut, tetapi ketidakleluasaan akan membatasi jumlah dan frekuensi dari mutasi yang dapat hidup pada sisi aktif. Afinitas ikatan akan berkurang, namun fungsi dari protein tidak hilang seluruhnya. Jika sisi ikatan untuk antibiotic berbeda dengan sisi aktif protein, maka kemungkinan akan terjadi mutasi, dimana tidak terjadi perubahan fungsi yang begitu berarti. Contohnya, ikatan antara suatu antibiotik pada ribosom secara sterik akan mengganggu ikatan pada tRNA dan akan memicu terjadi kesalahan pembacaaan. Jika suatu antibiotik bersaing dengan tRNA untuk berikatan pada sisi yang sama, maka mutasi pada sisi ikatan tRNA akan membatasi luas mutasi.
            Terjadinya mutasi akan menurunkan potensi antibiotik pada sisi sasarannya. Ini dapat kita lihat dengan adanya sedikit peningkatan konsentrasi antibiotik yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan organisme (Minimum Inhibitory Concentration/MIC). Sebagai contoh MIC Staph. aureus pada Penisilin mungkin meningkat dari 0,01 μg/ml menjadi 0,05 μg/ml. menurut perbandingan, tambahan resistensi gen biasanya menghasilkan peningkatan MIC yang lebih besar. Misalnya dari 1 μg/ml menjadi >64 μg/ml.
            Sebuah contoh resistensi karena mutasi yang penting secara klinik yaitu resistensi  Mycobacterium tuberculosis pada aminoglikosida (streptomisin). Selama pengobatan pada pasien TBC, proporsi bakteri yang resisten dengan efek streptomisin meningkat secara mantap seiring waktu sehubungan dengan mutasi pada sisi ikatan ribosom dengan streptomisin. Frekuensi mutasi Mycobacterium tuberculosisi sekitar 1 dalam 107, artinya bahwa satu dalam setiap 10 juta sel mengalami suatu mutasi, sehingga mempengaryhi aktivitas streptomisin. Kecepatan mutasi adalah tetap dan oleh karena itu ini terjadi tidak tergantung pada adanya streptomisin. Hasil penekanan secara selektif pada mutan yang resisten akan terus tumbuh (tidak seperti sel yang rentan), penurunan jumlah streptomisin pada sel yang rentan mengakibatkan semua bakteri akan menjadi resisten terhadap streptomisin. Jika pemberian antibiotik dihentikan, maka penekanan selektif akan menghilang dan sel yang rentan tersebut memperoleh kekuatan lagi karena resistensi streptomisin akan menurunkan efisiensi fungsi ribosom. Petunjuk utama disini kecepatan mutasi yang konstan. Resistensi yang disebabkan mutasi menimbulkan suatu masalah pada pengobatan infeksi bakteri secara luas dibatasi pada Mycobacterium tuberculosis.

            Tambahan pada Resistensi Gen (Acquisition Of resistance genes)/ Transfer gen Horizontal
           
Resistensi gen merupakan suatu gagasan hidup pada populasi bakteri yang akan menjadi petunjuk bagi antibiotik dalam lingkungannya. Bakteri pada permukaan tanah akan menghadapi antibiotik yang dihasilkan oleh fungi dan Streptomyces spp. Tekanan seleksi yang kuat oleh antibiotik diterapkan dalam agrikultur, rumah sakit dan rumah (pada Negara yang membolehkan pembelian antibiotik secara bebas tanpa resep) telah menghasilkan bakteri patogen yang memperoleh gen yang resisten dari organisme yang lain.
Penukaran gen secara horizontal dapat diransmisi dari plasmid gen yang resisten sehingga memberikan efek resistensi antibiotik yang diperoleh cukup hanya satu tahap  daripada menungggu terjadinya mutasi untuk berkembang. Resistensi gen menjadi tersebar luas diseluruh bumi menjadi pathogen yang berbeda-beda. Mereka menyerupai pola seperti pulau pathogenicity, kelompok pada semua kode genetik karena fungsi yang berhubungan. Mutasi yang terjadi mungkin hanya pada organisme tertentu yang tidak bisa bertukar gen secara hoizonal. Contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis mempunyai tambahan mycolic acid/ lapisan arabinogalaktan yang mungkin mencegah transformasi, konjugasi, dan transduksi. 
Mekanisme Resistensi Antibiotik Secara Seluler
1.      inaktivasi enzimatik pada antibiotik
Sebuah contoh yang baik adalah produksi b-lactamase, yaitu suatu enzim yang menghidrolisis inti b-lactam pada b-lactam dalam antibiotik yang terdapat pada penisilin. Enzim ini mungkin ditemukan pada kromosom atau pada plasmid resisten dan menjadi suatu enzim yang bersifat induksi, ini hanya saat terdapat b-lactam. Bakteri gram positif Staphylococcus aureus dapat melepaskan enzim yang dapat menginduksi b-lactamase supaya dilepaskan pada ekstraseluler. Selain itu Escherichia coli juga dapat melepaskan sejumlah b-lactamase, tetapi letaknya pada periplasmic. Escherichia coli hanya dapat mendegradasi antibiotik b-lactam yang meresap pada membrane melalui pori. Iniaktivasi enzim juga ditemukan pada aminoglikosida dan kloramfenikol.
2.      Aktif Efflux Antibiotik
Bakteri mengeluarkan energi untuk menekan aktivitas antibiotik dari dalam sel bakteri. Efflux responsivitas pompa mungkin dapat membuat pompa menjadi rsisten terhadap banyak antibiotik.
3.      Penurunan Uptake (penangkapan)
Satu cara lain yang untuk menghilangkan antibiotic yang telah mencapai sitosol yang menyebabkan mutasi, bertanggung jawab pada penangkapan antibiotic pada tempat yang pertama. Sebagai contoh, cara yang dilakukan yaitu pengeluaran energy listrik oleh bakteri, sehingga difusi passive tidak bisa berjalan lagi.
4.      Terjadi Modifikasi pada Target Obat
Mutasi akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tempat terikatnya antibiotik di protein target. Sebagai contoh, Penisilin akan berikatan dengan protein. Terjadinya perubahan pada tempat terikatnya penisilin (reseptor), dapat megurangi afinitas antibiotik –laktam. Perubahan untaian asam amino pada protein ribosom dapat juga menyebabkan pengurangan ikatan antibiotik yang berfungsi sebagai penghambat sintesis protein.

Referensi
Simon P Hardy,(2002), HUMAN MICROBIOLOGY, New York: Taylor and Francis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar